Helikopter
Bukan kebetulan kalau helikopter jalannya muter-muter. Meski konsepnya sudah ada sebelum Wright bersaudara mengangkasa, sosok heli baru diwujudkan tahun 1930-an. Proses penciptaan yang muter-muter itu berawal tahun 1480. Konon, saat itu seniman Italia, Leonardo da Vinci, sudah menciptakan desain burung besi berpenggerak mesin mirip baling-baling. Sebuah hil (saat itu) yang mustahal, meminjam ungkapan Srimulat. Itulah sebabnya, baru berabad-abad kemudian, tepatnya awal abad ke-19, orang Prancis bernama Louis Charles Breguet mencoba membumikan mimpi da Vinci.
Bayi heli bernama Breguet-Richet Gyroplane No. 1 itu diuji coba 29 September 1907. Bertenaga empat rotor yang masing-masing daunnya berdiameter 8 m, konstruksi ringkih bikinan Breguet sempat melayang 0,6 m di atas permukaan tanah. Sayang, lajunya tak terkendali karena belum memiliki sistem kontrol memadai.
Walau gagal, percobaan Breguet memberi inspirasi bagi seorang insinyur Spanyol, Juan de la Cierva. Pada 1923 Cierva menciptakan Autogiro. Prinsipnya adalah baling-baling yang bisa naik turun, sehingga menghasilkan tenaga angkat dan terlihat seperti gerakan sayap. Hanya saja gerak sayap itu berimbas pada ketidakstabilan pesawat. Cierva tak sempat menyempurnakan temuannya karena keburu meninggal akibat kecelakaan pada 1936.
Setelah itu, giliran Jerman unjuk gigi. Heli-kopter FA-61 hasil olah tangan desainer Heinrich Focke untuk pertama kalinya mengudara 26 Juni 1936. Heli Focke itu sudah bisa bermanuver layaknya pesawat terbang biasa. Tahun 1937, FA-61 unjuk kebolehan di atas Deutschland Sport Arena, Berlin dengan disopiri pilot cewek, Hanna Reitsch. Heli Jerman lainnya, FL-282 Kolibri, sudah dapat menembus kecepatan 140 km/jam, bermain di ketinggian 4.000 m, serta mengangkut beban 360 kg.
Meski hampir mencapai bentuk sempurna, fungsi helikopter saat itu masih belum maksimal. Pengendaliannya masih susah dan sulit untuk diproduksi massal. Sampai akhirnya, 8 Desember 1941, Igor Sikorsky sukses menerbangkan heli VS-300 nan legendaris. Insi-nyur AS kelahiran Kiev, Rusia (dia berimigrasi tahun 1919 dan menjadi warga negara AS tahun 1928) menjadi orang pertama yang memasang tail rotor di buntut heli sebagai baling-baling tambahan pengimbang gerakan kitiran utama, yang sampai kini masih dipakai.
Sikorsky juga yang memassalkan produk helikopter dengan memabrikkan heli R4, penyempurnaan dari VS-300. Di era 1990-an, helikopter bahkan sudah mengadopsi teknologi bunglon yang dapat menyamarkannya dari intaian radar dan deteksi sinar infra merah. Helikopter pertama yang mengadopsi fitur canggih ini pesawat militer RAH-66 Comanche, hasil kerja bareng Boeing Company dan Sikorsky Aircraft Corporation.
Dewasa ini bentuk dan kapasitas heli sudah sangat beragam. Yang terkecil, versi dua kursi, Robinson R22 yang kerap dipakai buat latihan terbang dan observasi udara. Robinson punya dua baling-baling berdiameter 7,6 m, dengan kecepatan maksimum 180 km/jam dan sanggup mengangkat beban hingga 620 kg. Sedangkan salah satu heli terbesar yang pernah dibuat manusia adalah Mi-26 bikinan Rusia. Dengan 80 kursi, Mi-26 yang digerakkan delapan rotor berdiameter 32 m ini sanggup mengangkat beban 56.000 kg dan ngacir sampai 295 km/jam.
Mimpi manusia meliuk-liuk di udara memang tak bakal pernah terpuaskan. Kelak, mungkin saja akan muncul burung besi yang tak hanya fleksibel seperti heli, tapi mampu menembus awan secepat pesawat jet. Entah apa namanya dan kapan menjadi kenyataan. Yang pasti, jalan ke arah sana pasti lebih muter-muter ketimbang proses menciptakan helikopter.
Bayi heli bernama Breguet-Richet Gyroplane No. 1 itu diuji coba 29 September 1907. Bertenaga empat rotor yang masing-masing daunnya berdiameter 8 m, konstruksi ringkih bikinan Breguet sempat melayang 0,6 m di atas permukaan tanah. Sayang, lajunya tak terkendali karena belum memiliki sistem kontrol memadai.
Walau gagal, percobaan Breguet memberi inspirasi bagi seorang insinyur Spanyol, Juan de la Cierva. Pada 1923 Cierva menciptakan Autogiro. Prinsipnya adalah baling-baling yang bisa naik turun, sehingga menghasilkan tenaga angkat dan terlihat seperti gerakan sayap. Hanya saja gerak sayap itu berimbas pada ketidakstabilan pesawat. Cierva tak sempat menyempurnakan temuannya karena keburu meninggal akibat kecelakaan pada 1936.
Setelah itu, giliran Jerman unjuk gigi. Heli-kopter FA-61 hasil olah tangan desainer Heinrich Focke untuk pertama kalinya mengudara 26 Juni 1936. Heli Focke itu sudah bisa bermanuver layaknya pesawat terbang biasa. Tahun 1937, FA-61 unjuk kebolehan di atas Deutschland Sport Arena, Berlin dengan disopiri pilot cewek, Hanna Reitsch. Heli Jerman lainnya, FL-282 Kolibri, sudah dapat menembus kecepatan 140 km/jam, bermain di ketinggian 4.000 m, serta mengangkut beban 360 kg.
Meski hampir mencapai bentuk sempurna, fungsi helikopter saat itu masih belum maksimal. Pengendaliannya masih susah dan sulit untuk diproduksi massal. Sampai akhirnya, 8 Desember 1941, Igor Sikorsky sukses menerbangkan heli VS-300 nan legendaris. Insi-nyur AS kelahiran Kiev, Rusia (dia berimigrasi tahun 1919 dan menjadi warga negara AS tahun 1928) menjadi orang pertama yang memasang tail rotor di buntut heli sebagai baling-baling tambahan pengimbang gerakan kitiran utama, yang sampai kini masih dipakai.
Sikorsky juga yang memassalkan produk helikopter dengan memabrikkan heli R4, penyempurnaan dari VS-300. Di era 1990-an, helikopter bahkan sudah mengadopsi teknologi bunglon yang dapat menyamarkannya dari intaian radar dan deteksi sinar infra merah. Helikopter pertama yang mengadopsi fitur canggih ini pesawat militer RAH-66 Comanche, hasil kerja bareng Boeing Company dan Sikorsky Aircraft Corporation.
Dewasa ini bentuk dan kapasitas heli sudah sangat beragam. Yang terkecil, versi dua kursi, Robinson R22 yang kerap dipakai buat latihan terbang dan observasi udara. Robinson punya dua baling-baling berdiameter 7,6 m, dengan kecepatan maksimum 180 km/jam dan sanggup mengangkat beban hingga 620 kg. Sedangkan salah satu heli terbesar yang pernah dibuat manusia adalah Mi-26 bikinan Rusia. Dengan 80 kursi, Mi-26 yang digerakkan delapan rotor berdiameter 32 m ini sanggup mengangkat beban 56.000 kg dan ngacir sampai 295 km/jam.
Mimpi manusia meliuk-liuk di udara memang tak bakal pernah terpuaskan. Kelak, mungkin saja akan muncul burung besi yang tak hanya fleksibel seperti heli, tapi mampu menembus awan secepat pesawat jet. Entah apa namanya dan kapan menjadi kenyataan. Yang pasti, jalan ke arah sana pasti lebih muter-muter ketimbang proses menciptakan helikopter.
<< Home